Pelajaran Kehidupan

            Tanzil adalah seorang anak dari keluarga yang sangat sederhana, ia anak pertama dari empat bersaudara. Seperti anak-anak yang lain Tanzil bersekolah dan bermain dengan riang, setiap hari pulang sekolah membantu ibu menjaga adik-adiknya sambil menunggu ayah mereka pulang dari berjualan. Sampai suatu waktu keceriaan bermain bersama adik-adiknya itu tidak pernah ia rasakan lagi, Ayahnya yang menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga meninggal karena penyakit yang dideritanya cukup lama. Setelah ayahnya meninggal kini ibunya yang harus banting tulang untuk menghidupi ia dan adik-adiknya, karena keterbatasan ekonomi Tanzilpun harus berhenti sekolah dan mulai mengamen bersama adiknya untuk mendapatkan uang recehan yang akan diberikan pada ibunya untuk membeli beras.

            Kakeknya merasa iba melihat cucunya harus putus sekolah dan mengamen kesana kemari. Kakek Tanzil mengetahui kalau semangat untuk sekolah yang dimiliki olehnya sangat besar, kemudian Tanzilpun dibawa oleh kakeknya untuk melanjutkan sekolah di SMP Negeri yang lokasinya berkilo-kilo meter  dari  tempat tinggal kakeknya, sangat jauh dan tidak ada kendaraan yang dapat ia tumpangi sehingga setiap hari pulang dan pergi sekolah ia berjalan kaki, namun  itu semua Tanzil jalani dengan hati senang karena dapat melanjutkan sekolah. Untuk meringankan beban kakeknya sambil pergi sekolah Tanzil membawa setermos es lilin yang ia titipkan di warung dekat sekolahnya. Menjelang kelulusannya dari sekolah SMP kakek Tanzil meninggal dunia, ada rasa sedih yang sangat mendalam yang dirasakan Tanzil karena satu persatu orang yang menyayanginya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Tanzil termenung, dalam hati nya ia mejerit “haruskah aku putus sekolah lagi?” tak terasa air mata membasahi pipinya ia menangis terisak-isak sampai ia dikejutkan oleh tepukan di pundaknya dan suara yang tidak asing ditelinganya “sudah zil, kamu jangan sedih, jangan khawatir paman yang akan merawatmu sekarang”, Tanzilpun menoleh dan memeluk pamannya yang baru datang dari kota.

            Demi melanjutkan sekolahnya Tanzil harus ikut bersama pamannya ke sebuah kota besar yang sangat asing baginya karena ini kali pertama ia pergi jauh dari tanah kelahirannya, ada rasa sedih karena harus berpisah sangat jauh dari ibu dan adik-adiknya namun ia tidak larut dalam kesedihan demi meraih cita-citanya. Tanzilpun tinggal bersama paman, bibi dan ketiga anaknya. Paman dan ketiga anaknya sangat baik terhadap Tanzil mereka memperlakukannya dengan baik, tapi tidak dengan bibinya. Istri pamannya ini memperlakukan Tanzil layaknya seorang pembantu rumah tangga. “Kamu boleh tinggal disini, tapi tidak ada yang gratis” unggkap bibinya dengan ketus pada Tanzil. Tanzilpun hanya menunduk terdiam, pamannya hanya bisa mengelus kepalanya dengan lembut sambil berbisik “sabar ya zil kamu harus kuat demi cita-citamu”.

            Tanzilpun diterima disebuah sekolah favorit, Tanzil tidak menyangka kalau yang bersekolah di sekolah itu kebanyakan anak pejabat dan orang-orang penting, walaupun memakai seragam bekas anak pamannya yang sudah agak kusam tidak seperti seragam teman-temannya yang masih terlihat baru, Tanzil tidak canggung untuk berbaur dengan teman-teman barunya, karena sifat Tanzil yang ramah dan baik sehingga tidak butuh waktu yang lama untuk mendapatkan banyak teman yang baik.

            Tinggal bersama keluarga pamannya tidak seperti yang ia bayangkan, sikap bibinya sangat mendominasi dalam keluarga itu, Tanzil diberikan banyak tugas rumah yang harus dikerjakan dengan sempurna. Setiap hari Tanzil harus bangun jam 4 pagi yang mungkin pada waktu yang sama anak seusianya masih tidur lelap dalam buaian mimpinya, namun tidak dengan Tanzil, ia bangun tidur langsung mengerjakan pekerjaan rumah mulai dari mencuci baju yang bergunung-gunung sampai menyapu dan mengepel, belum lagi kalau bibinya merasa apa yang dikerjakan Tanzil tidak bersih, maka Tanzil harus mengulangnya dari awal sehingga Tanzil sering datang terlambat ke sekolah, sampai disekolah dalam kelas ia sering kali tertidur kelelahan dengan perut keroncongan karena tidak sempat sarapan atau lebih tepatnya tidak diberikan sarapan. Teman-temannya merasa iba mengetahui kondisi Tanzil sehingga sering kali temannya membawa makanan untuk Tanzil. Pulang sekolah Tanzilpun harus bergegas pulang karena tugas rumah sudah menantinya. Tanzilpun sadar ia tidak akan mendapatkan jatah makannya sebelum tugas yang diberikan padanya selesai. Apa yang dialami oleh Tanzil lebih berat lagi setelah pamannya pergi meninggalkan rumah karena tidak tahan dengan sikap istrinya. Demi sekolahnya Tanzil tetap bertahan bersama bibinya dengan segala perlakuan bibi terhadapnya, untuk mendapatkan uang untuk biaya sekolahnya Tanzil pada sore hari bekerja membantu tukang bakso di pasar dekat tempat tinggalnya sampai jam 10 malam, sehingga ia hanya punya waktu sangat sedikit untuk belajar. Di sela-sela kegiatan rutinnya itu ia merasa rindu pada ibu dan adik-adiknya, namun apa daya Tanzil tidak bisa berbuat apa-apa ia hanya bisa berdoa semoga ibu dan adik-adiknya dalam keadaan sehat. Ia bertekad menyelesaikan sekolahnya untuk mengangkat derajat keluarganya kelak. Akhirnya tiba saatnya kelulusan, setiap siswa datang dengan ditemani oleh kedua orang tuanya dengan gembira, namun Tanzil hanya datang seorang diri namun itu tidak mengurangi rasa syukurnya pada tuhan karena akhirnya ia bisa lulus SMA dengan nilai yang memuaskan.

            Setelah lulus Tanzil diterima bekerja di perusahaan tekstil yang cukup besar dan ternama, sehingga ia bisa membantu ibunya menyekolahkan adik-adiknya untuk meraih cita-citanya.

Kawan jangan menyerah pada keadaan, berusahalah sampai batas kemampuanmu, “Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang, sampai ia sendiri  berusaha merubahnya”, kerja keras, kerja ikhlas tidak akan menghianati hasil.

 04 Oktober 2019

Siti Rohmah

ID Instagram : sirojudin9800

No WA : 087894358900

Alamat : Griya Batuaji Asri tahap 1 blok P no 12

               Kel. Sei langkai  Kec. Sagulung Batam KEPRI

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wali Nikah